Pria itu terlihat
gagah dengan kumis tebal, tato dilengan kiri dan punggung tangan antara ibu
jari dan telunjuk bergambar bintang, usianya sekitar 34 tahun masalah
penampilan pokoknya oke banget, tapi itu kan penampilan nyatanya dia adalah
pria yang rapuh. Ya.. siang itu ia tertunduk lemas disamping sesepuh desa “Boyot[1]
Mirah”[2]
siang itu kira-kira jam 08.30 diatas tanggul sungai Brantas. Segar dalam
ingatan diiringi suara Salim Iklim yang mendayu-dayu menyanyikan lagu suci
dalam debu. Pria itu menyampaikan beban hidupnya, mulai dari rumah yang masih
kontrak, utang disana-sini, pekerjaan yang tidak menentu sementara anak sudah
dua.
Mungkin sulit
dipercaya, penampilan seperti itu ternyata bisa nangis juga. Dengan tenang dan
mantap Boyot Mirah mengatakan: “Pengeran gak mungkin nyusahno wong apik” (Allah
tidak mungkin menyusahkan orang baik), “cobak preksoen, mungkin awakmu sek duwe
duso utowo lali nglakoni kewajiban” (coba periksalah, mungkin kamu masih punya
dosa besar atau lupa melaksanakan kewajiban). “Dandanono sholatmu, posomu,
lakumu, engkok orepmu didandani pengeran” (betulkan sholatmu, puasamu,
kelakuanmu, nanti hidupmu di perbaiki oleh Allah). Dan memang itulah
kenyataannya pria itu ahli berbuat maksiat, peminum khomr, penjudi, pencuri dan
pastinya ia tidak menjalankan sholat. Namun inilah salah satu bentuk kasih
sayang Allah, pria itu dipertemukan dengan orang yang tepat dan sejak saat itu
ia telah berubah.
Penggalan kisah
itu selama bertahun-tahun hanya tersimpan di file otakku tanpa memiliki makna
apa-apa karena memang waktu itu boyot Mirah tidak menyampaikan dalil apapun.
Namun setelah sekian lama apa yang disampaikan Boyot Mirah ternyata suatu rumus
kehidupan yang secara jelas terpampang dalam Al Qur’an.
“ Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan
oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak
dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh
seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah.” (QS. As Syuro,
42:30-31)
Dalam ayat lain Allah menjelaskan bahwa kesulitan-kesulitan yang
menimpa juga bisa berarti azab pendahuluan atau porskot sebelum azab yang
sesungguhnya diakhirat.
“Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang
dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan
mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. As Sajdah, 32:21)
Bila kita hubungkan dengan kehidupan pria tersebut, maka ayat ini
mengingatkan bahwa, segala kesulitan yang menimpanya pasti disebabkan oleh
kesalahannya sendiri hanya dia tidak mengerti, sehingga ia mencari sebab diluar
dirinya. Dalam kesempatan yang sama Boyot Mirah Juga memberikan solusi seperti
apa yang difirmankan oleh Allah dalam Al Qur’an surat At Tahrim ayat 8:
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan
taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan
menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan
orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan
dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Dan setelah pria itu merubah dirinya menjadi orang yang tidak lagi
bergelimang dalam dosa dan maksiat maka benar apa yang disampaikan Boyot Mirah,
hidupnya pun diperbaiki oleh Allah, ia telah memiliki pekerjaan tetap sebagai
pemotong kertas, dirumahnya ada kios kecil dan ia juga memiliki tanah tegal
yang dirawatnya setiap pagi dan sore disela waktu luangnya mengerjakan tugas utamanya.
Inilah pesan yang terkandung dalam Al Qur’an.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An
Naml 16:97)
Kiranya apa yang terjadi 18 tahun yang lalu adalah menu pembuka
bagi kami untuk selanjutnya memahami lebih dalam bahwa ternyata grafik
kehidupan manusia itu akan berbanding lurus dengan seberapa baik dan sebaerapa
buruk dia dhadapan Allah, inilah kemudian yang menginspirasi kami menulis buku
DIAGNOSA KEHIDUPAN, dengan harapan agar kita memiliki kemampuan untuk meneliti
sendiri kehidupan kita, apakah kita ini sedang berada dijalan baik atau justru
sebaliknya berada ddalam jalan yang rawan dengan siksa dan azab Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar